Sebuah usaha awal agar pembaca bisa mengintip dunia Romawi Kuno yang diabadikan Catullus dalam puisi-puisinya. Buku ini dilengkapi dengan puisi-puisi versi Latin (yang tentu saja sudah menjadi milik publik, dapat diakses bebas di internet), dengan tujuan paling mendasar, agar bentuk asli puisi-puisi tersebut dapat tetap “dinikmati” bersamaan dengan penelusuran terhadap gagasan-gagasan di dalamnya melalui bahasa terjemahannya. Untuk memudahkan pemahaman atas konteks, sejumlah catatan akhir, yang dianggap perlu, disertakan pada sejumlah puisi. Diterjemahkan oleh Mario F. Lawi.
Saut Situmorang lahir 29 Juni 1966 di kota kecil Tebing Tinggi, Sumatera Utara, tapi dibesarkan sebagai “anak kolong” di Kota Medan. Setelah hidup merantau sebagai imigran di Selandia Baru selama 11 tahun, di mana dia juga melakukan pendidikan S1 (Sastra Inggris, Victoria University of Wellington) dan S2 (Sastra Indonesia, University of Auckland)-nya sambil mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kedua almamaternya itu, sekarang menetap di Jogjakarta sebagai penulis full-time. Buku Perahu Mabuk edisi baru ini merangkum puisi-puisinya yang pernah ditulis sejak tahun 1997 hingga tahun 2013.
Sudah aku bilang, ketika pertama kali membaca puisimu, aku sudah jatuh hati. Aku terkejut dan begitu cemburu kau bisa membuat puisi seperti itu, ketika kau masih begitu muda. Tapi di balik itu, aku merasa kamu menyimpan luka dan getir. Apa yang menyebabkan kamu seolah kecewa. Aku ingin membaca puisi-puisimu yang lain, tidak hanya yang di sini. Teruslah menulis puisi, terutama dunia kehidupan dari teologi dan kosmologi wayang yang dengan pahit dan indah kamu pahami. Aku cuma berharap kamu kuat dan konsisten dalam merawat, dan sekaligus, menyembuhkan luka. Luka kita, luka dunia. -Aprinus Salam, dosen FIB UGM Yogyakarta.
Puisi-puisi dalam kumpulan ini ditulis dengan penuh kekhusyukan dan kesiagaan. Bagaimana upaya penyair memilih tema, menentukan rancang bangun serta mengolah kata-kata sebagai bahan baku puisinya, dengan jelas telah menunjukkan adanya kekhusyukan dan kesiagaan itu. Dengan demikian frasa-frasanya yang terkesan sederhana menjadi terasa kaya, berwarna dan bermakna ganda. (Acep Zamzam Noor)
Reviews
There are no reviews yet!