“Aku tahu kau suka hal-hal gila dan irasional, seperti ayahmu dahulu. Ingatlah, bahwa setiap tanda selalu membawa isyarat. Setiap isyarat membawa kebenaran yang akan tenggelam,”
Cerpen Lawalata – Ferina Meliasanti
Berpangkal dari warna hidup manusia. Dilema dan lema yang berpusaran pada cerita akan mengantarkan pada sesuatu yang dekat dan mungkin terabaikan. Sisi-sisi lain manusia dielaborasi lalu dihadirkan dalam beragam bentuk persepsi. Mulai dari tubuh sebagai identitas keyakinan pada cerpen “Sunat”, hingga pertanyaan-pertanyaan tentang esensi sebuah relasi pada cerpen “Manusia Terakhir”. Semua disajikan dalam dimensi bernama keluarga. Keluarga yang tidak hanya memperlihatkan hubungan darah emosional. Lebih daripada itu, keluarga yang menghadirkan ekspresi cinta dan kebencian dalam bentuk pengalaman dan amatan. Keluarga yang kemudian dibaca dan dilafalkan sebagai: Keluarga Owig.
Mizraim diarak ke alun-alun. Pengadilan terbuka, seperti yang sering terjadi di desa itu, bukanlah tempat untuk membuktikan bahwa seseorang tidak bersalah melainkan sebuah usaha untuk mendesak seseorang mengaku. Di tiang gantung Mizraim berteriak-teriak bahwa ia tak bersalah; bahwa penduduk desa tak tahu berterimakasih. Ia menyebutkan jasa-jasanya di medan perang, menyebut nama teman-temannya yang mati, mengutuk betapa anak muda zaman sekarang tak menghargai jasa pahlawan yang membuat mereka bisa hidup tanpa ancaman. Mizraim baru diam saat tali menyentuh kulit lehernya. Ia menelan ludah. “Seperti dugaanku, kalian bersekongkol untuk membunuhku. Tapi, kenapa baru sekarang?” Orang yang Ingin Mati sebagai Pahlawan
Ia mulai membuka kios setelah putus asa mencari kerja selama satu tahun pasca lulus SMA. Kemarau pencari kerja yang tekun, sebenarnya, selain itu ia rajin sembahyang dan selalu bangun saat mendengar adzan subuh. Sesungguhnya ia layak menuntut keadilan pada Tuhan atau memprotes ibunda tercinta mengapa ia dilahirkan ke dunia. Tetapi ia tidak melakukannya. Ia bukan orang yang mau berdebat dengan nasib. Kedua orangtuanya lalu menyarankan agar ia menikah saja, mereka percaya pernikahan akan membuka pintu rezeki. Meski Kemarau tak menolak ide itu, toh ia tetap belum menikah hingga detik ini. Bukan karena tak ada perempuan yang mau. Soal asmara, ia punya keyakinan sendiri. Jam Sibuk
Reviews
There are no reviews yet!