Sastra Siber: Beberapa Penjajakan atas Tekstualitasnya

Rp 135.000

0 out of 5

Pada tingkat yang paling dasar, yaitu tingkat dunia pengalaman dan penghayatan, manusia bersentuhan dengan dunia, lingkungan alamiah dan kultural-manusiawinya secara langsung melalui kontak indrawi. Hubungan antarmanusia, misalnya, bersifat tatap muka. Begitu juga persentuhan antara manusia dengan alam. Pada masa berburu, manusia tinggal di hutan, bersentuhan langsung dengan binatang buruannya, mempertaruhkan keselamatan fisik dan nyawanya. Konsep romantik tentang cinta adalah semacam kerinduan akan kelangsungan itu, yaitu yang biasa dikenal sebagai “cinta pada pandangan pertama” yang di dalamnya tidak ada mediasi apa pun sebagai syaratnya, baik mediasi status sosial, kelas, ras, nasionalitas, geografis, usia, bahkan gender, ataupun apa yang disebut orang Jawa sebagai “bibit, bebet, bobot”.

Namun, manusia cenderung juga merekam, menyimpan, dan mentransmisikan pengalaman langsung itu untuk pegangan dalam mengarungi dunia pengalaman berikutnya, baik bagi dirinya sendiri maupun generasi yang lebih kemudian, sehingga mereka dapat “belajar dari pengalaman”, tidak belajar sambil atau sesudah mengalami sendiri secara langsung. Untuk mengetahui bahwa ular itu beracun dan bisa mematikan, misalnya, manusia tidak perlu harus mengalami gigitan ular itu terlebih dahulu, melainkan cukup mempelajari dan mengetahuinya dari pengalaman manusia-manusia yang ada sebelumnya. Masyarakat, dengan keluasan apa pun, pada dasarnya terbentuk dari rekaman dan penyebaran terhadap akumulasi dari ruang ke ruang, waktu ke waktu, pengalaman yang demikian.

Peter Berger dan Thomas Luckman, dalam buku mereka yang berjudul The Social Construction of Reality, memahami masyarakat secara fenomenologis dengan menggabungkan teori Weber dan Durkheim. Sesuai dengan filsafat fenomenologi, mereka beranggapan bahwa realitas, termasuk yang sosial, merupakan objek yang intensional. Atas dasar pengertian itu, mereka memulai pemahamannya dari sebuah pandangan mengenai kodrat manusia sebagai makhluk yang menjadi, bukan makhluk yang sudah atau langsung jadi begitu dilahirkan. Karena makhluk yang menjadi, manusia membentuk dirinya sendiri dan lingkungan yang sesuai dengan diri mereka atau sebaliknya. Dari interaksi dengan sesamanya dan dengan lingkungan alamiahnya, manusia melakukan tipifikasi terhadap diri dan lingkungannya untuk dijadikan pedoman dalam interaksi berikutnya, menjadikan endapan pengalaman subjektif dan bersituasi itu sebagai sesuatu yang berada di luar dan melampaui diri mereka, suatu tindakan eksternalisasi sehingga dipahami sebagai sesuatu yang objektif, yang berada di luar diri manusia, sehingga tidak bisa diubah oleh kehendak subjektif. Endapan pengalaman yang sudah dieksternalisasikan itu kemudian secara dialektik diinternalisasikan kembali kepada diri sehingga realitas yang semula sudah objektif menjadi realitas yang juga subjektif.

Category: . Tags: , .

Description

Apa yang dinamakan sastra siber dalam buku ini adalah karya sastra yang produksi, penyebaran, dan konsumsinya berbasis teknologi elektronik. Satu ciri yang menonjol dari sastra elektronik yang pada umumnya dibahas di dalam buku ini adalah sastra yang menggunakan hyperlink, khususnya hypertext, yang membuat cerita dapat bergerak ke berbagai arah yang seakan tidak terbatas, yang tidak dapat lagi dikerangkeng oleh kesatuan tekstual yang tertutup, baik dalam sastra dengan teknologi bahasa lisan, tulis, cetak, maupun audiovisual yang analog. Konsekuensi dari mencairnya batas teks ini pada gilirannya akan memengaruhi batas-batas pemaknaannya, kesatuan maknanya. Hal kedua yang juga dibahas di dalam buku ini adalah fenomena interaktivitas yang di dalamnya pembaca atau konsumen karya sastra dapat terlibat secara aktif dalam bahkan produksi atau penciptaan karya sastra yang dibaca. Kecenderungan ketiga adalah sifat multimedia dari karya sastra yang demikian yang dalam batas tertentu agak dekat dengan sastra dengan teknologi audiovisual atau video yang bersifat analog.

Ketiga kecenderungan di atas sudah menjadi kecenderungan umum dalam sastra siber di berbagai negara tertentu, khususnya negara yang, katakanlah, “maju”. Meskipun demikian, ketiga kecenderungan tersebut hampir tidak terjamah, baik dalam produksi maupun konsumsi, dan kritik sastra siber di Indonesia. Yang menjadi kecenderungan umum di Indonesia adalah menjadikan teknologi digital, termasuk internet sebagai salah satu produknya, untuk penyebaran karya-karya sastra yang berbasis tulis/cetak ataupun audiovisual. Penyebaran itu dapat dengan tujuan yang sepenuhnya sosial untuk berbagi dan berdiskusi, tetapi yang makin pesat perkembangannya adalah untuk tujuan perdagangan atau bisnis seperti makin banyaknya toko-toko dan penerbit-penerbit buku, sbahkan surat-surat kabar dan majalah online. Oleh karena itu, penerbitan buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan sastra siber di Indonesia untuk bergerak melampaui batas yang sudah dikemukakan di atas.

Additional information

Judul

Sastra Siber: Beberapa Penjajakan atas Tekstualitasnya

penulis

Dhitya Faradilla, dkk.

cetakan

Oktober, 2022

halaman

x+241

Reviews

There are no reviews yet!

Be the first to write a review

*

Delivery and Returns Content description.
logo-gambang-footer

Jika Anda Merasa Kesusahan dalam Berbelanja Buku dari Website Kami Silakan Order Melalui Nomor WhatsApp Berikut : 0856-4303-9249

Top