Availability: In Stock
SEUNTAI MUTIARA UNTUK GAZA
Bagi yang masih memiliki rasa kemanusiaan dan rasa keadilan, dan sadar akan pentingnya kedaulatan sebuah bangsa, penderitaan panjang bangsa Palestina mengundang rasa solidaritas untuk berbagi rasa melalui bantuan kemanusiaan dan keberpihakan. Bagi penyair dan pecinta sastra, yang hanya punya senjata kata-kata, menyusun kata-kata yang menohok rasa kemanusiaan adalah cara untuk mengungkapkan solidaritas itu. Bukankah kata-kata lebih tajam dari peluru? Inilah yang dilakukan oleh para penyair dari berbagai negara, termasuk penyair dari Palestina sendiri.
Sejak era intifada kita sudah membaca puisi-puisi mereka yang patriotik dan membangkitkan semangat perlawanan. Sebut saja penyair-penyair terkemuka Palestina, seperti Fatwa Tuqan, Mahmoud Darwish, Ibrahim Touqan, Abu Salma, Abdelrahim Mahmud, dan Kamal Nasir. Mereka dengan lantang menyuarakan semangat perlawanan terhadap rezim zionis sembari mengobarkan semangat cinta tanah air Palestina. Sampai-sampai Mosye Dayan berujar, “Satu puisi patriotik Palestina lebih berbahaya daripada satu resimen pasukan komando.” Dan, penyair-penyair patriotik itu, seperti Fatwa Tuqan, pun ditangkapi dan dijebloskan ke dalam penjara.
Para penyair dan pecinta puisi di Indonesia, yang tahu tajamnya kata-kata, yang sadar bahwa puisi adalah saksi sejarah dan saksi sikap kemanusiaan kita, tentu tidak mau tinggal diam, mengungkapkan solidaritas kepada bangsa Palestina – bangsa pertama yang mengakui kemerdekaan kita. Sudah kita baca puisi-puisi solidaritas Palestina karya Taufiq Ismail, D. Zawawi Imron, Helvy Tiana Rosa, dan banyak lagi. Puisi-puisi yang penuh keprihatinan, solidaritas, dan kepedulian dalam melihat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina.
Kali ini, dalam antologi puisi bertajuk Seuntai Mutiara untuk Gaza, kata-kata solidaritas dan sikap kemanusiaan itu diungkapkan kembali.
Reviews
There are no reviews yet.